Senin, 19 Juni 2017

You Are What You Read

= You Are What You Read =
Terkadang Those who don't read books much seem wiser than some of those who do.
Got an idea?
#IMHO,
Buku tak lebih merupakan media baca.
Ada buku, ada e-book, ada kitab, ada papan baca, ada koran, bahkan laman media sosial (yang sedang kalian baca sekarang ini) juga bisa dikatakan 'media baca.'
Setuju?
Tentu masing-masing memiliki keunggulan, fungsi, dan tujuan yang masing-masing.
Buku sendiri sangat penting sebagai knowledge enrichment. Selain interaksi langsung dengan buku lebih menarik, buku juga memiliki daftar & referensi author yang lebih jelas.
Sayangnya,
This is pathetic as many books are not meant to be as what they're supposed to be.
Buku hanya dijadikan sebuah alat propaganda dan penguatan opini.
George Carlin :
"Do not just teach your children to read. Teach them to question what they read. Teach them to question everything."
#Membaca
Berbicara tentang "membaca" sering dikaitkan dengan kata "iqra."
Apa itu iqra?
Apakah iqra yang dimaksud itu cukup dimaknai membaca lewat 'ain (mata)?
Ternyata tidak, karena banyak juga yang mendapat ilmu lewat suara..
#Membaca_Suara
Anak bahasa tentunya faham.
Dalam ilmu kebahasaan, Phonetic, dikenal juga adanya Bow-Wow-Theory.
Teori asal bunyi / suara.
Di Jepang sangat kental istilah "Onomatopoeia"
Tercermin pada salah satu anime, One Piece. Hampir keseluruhan nama Logia merupakan onomatopoeia. E.g. pica-pica bunyi cahaya, hie-hie bunyi es, dll.
Di Indonesia (seharusnya) juga ada beberapa suara seperti "debur, desir, decit, desis, desing, dering, dengung, derap, deru, dentum, detak, denting, dlsb."
Kemudian tersebar ke beberapa bunyi seperti "Dor, Sst, Cess, Pyur, Duar, Sret, Cit, Dagdigdug, Berrr, Cling, Slep, Cetar, Byar, Tes, Cleng, Currr, Huff, Glebet, Srek, Blup, Blem, Psst, Bek, Bul, Kretek, Cetak, Tok, Tik, Dum, Creng, dlsb."
It's bad news that KBBI isn't that helpful in containing all those Onomatopoeia. Looking up Oxford Dictionary we'll find out that "Kaboom (Duar)" means loud sound of an explosion..
Nah, ini tugas (bisnis) bagi orang-orang bahasa untuk menyempurnakan KBBI.
Indonesians also prefer seeing & commenting to listening..
Contohnya apa?
Bunyi air "Kecipak" -> Kecopak -> Kecehan.
Lebih sering digunakan ketika /melihat/ seseorang bermain air, lalu /komentar/ "jangan kecopakan."
See? No listening.. only hearing.. talking.. then commenting..
Padahal Kecipak menurut KBBI adalah bunyi (noun), namun pada penerapannya berubah menjadi Kata Kerja.
Begitu pula bunyi "Cetar" yang sering dipakai sebagai pujian, bahkan terhadap sesuatu yang berbunyi-pun tidak.
#everything_is_a_reading_book.
Mungkin ada anggapan bunyi & suara itu bukanlah ilmu.. bunyi ya sekedar bunyi.. suara ya sekedar suara.. tanpa ada ilmu di dalamnya..
Lalu bagaimana dengan ceramah & khotbah?
Lagu-lagu religi, Audiobooks, MP3 Ayat-ayat suci.
Iya, suara / frekuensi juga merupakan 'media baca' yang cukup efektif bagi telinga.
Kenapa efektif?
Menurut Nara Shikamaru sewaktu berhadapan dengan Tayuya dari desa Bunyi:
"Indra yang paling sulit dibendung responnya (tanpa alat bantu & tangan) ialah telinga."
Iya, mata tinggal menutup.
Iya, hidung tinggal menahan nafas.
Iya, 2 lainnya tinggal mengalih persepsi.
Iya, itu dari anime & manga.
Artinya apa?
Bahwa layar kaca, layar desktop, layar smartphone; film, anime, video youtube, everything you watch basically is a reading book.
#Fiksi_NonFiksi
Bagi yang pernah membaca manga / anime berjudul "Bakuman" mungkin masih ingat adegan si wanita novelist mencemooh Manga sebagai karya sastra non-educational.
Faktanya tidak sepenuhnya demikian, anime seringkali merupakan adaptasi dari manga, mangapun beberapa merupakan adaptasi dari novel, ketiganya seringkali terinspirasi dari sejarah, fenomena, keadaan social-masyarakat, serta gagasan author / mangaka yang tertuang di dalamnya.
Fiksi tidak 100% Fiksi.
Non Fiksi tidak 100% Non Fiksi.
#Mimesis
Plato & Aristoteles
"Mimesis"
Pada dasarnya segala sesuatu di dunia (idea) hanyalah imitasi, tiruan, cerminan.
Selain karena kesepakatan,
Kita mengatakan warna merah itu merah karena dari kecil kita diajarkan (meniru) orang-orang menyebut warna itu adalah warna merah.
Kita bisa mengucapkan huruf A-Z karena kita diajarkan (meniru) pengucapan huruf A-Z.
Lalu semua itu internalized.
Para inventors; Bentuk helikopter, bentuk roda, and so on..
Artists, Penyair, Pengarang lagu, Penulis, Novelist, dan Pelaku-pelaku karya sastra lainnya juga meniru, mungkin bukan imitasi sempurna, mungkin bukan meniru sepenuhnya, ada proses olah data tentang ingatan, inspirasi, dsb.
Tulisan ini sendiri bisa jadi pernah Penulis 'iqra' dari sumber lain jauh-jauh masa sebelumnya, bisa dari buku, bisa dari tulisan, bisa dari obrolan north-south (ngalor-ngidul), bisa juga dari hasil penalaran Penulis sendiri berdasarkan persepsi & pengamatan Penulis tentang semesta, atau yang biasa disebut 'Hidayah.'
The power of beyond.
A miracle from 'Kebenaran Hakiki.'
Kebenaran yang bukan imitasi.
#Question_what_we_read
Sebagai salah satu sumber ilmu, buku dan 'media baca lainnya' tentulah sangat baik.
Semakin banyak membaca, semakin banyak tahu.
Tak mengapa bila baru sedikit membaca sudah asal tahu daripada asal tahu sebelum membaca.
Artinya
Asumsi yang muncul seketika membaca judul itu lebih baik daripada Presumsi yang muncul lebih dahulu lalu mencari pembenaran & 'backingan' lewat bacaan.
That is not what's so called a discovery.
Ibarat Mahasiswa dalam mengerjakan skripsi asal comot referensi supaya cocok dengan hasil yang diinginkan. (Hasil yang entah darimana sudah ketemu & sudah benar duluan.)
Bahasa trendnya, Cocoklogy.
Tidak dipungkiri terdapat apa yang disebut oleh Penulis sebagai "Ambang Batas Kewarasan."
Apabila menemui judul bacaan :
"Tolong Sebarkan! Ternyata Bumi Memang Datar! Sesuai! Ayat Suci Memang Benar! OMG!"
Aspek-aspek keilmuan yang diakui dunia internasional ditabrak begitu saja oleh bualan para peraub untung share-like-embel-embel ini.
Mulai dari perhitungan waktu, pergantian musim, sampai bentuk globe pun digilas..
Boleh jadi mereka yang percaya flat earth theory belum pernah 'iqra' feature terkini perbandingan skala di google earth map, jadi bagi mereka negara Matahari luasnya seperti pulau Sumatera.
Mencengangkan mengetahui jumlah like & share untuk bacaan sejenis.
Begitu pula untuk website & group 'RASA-RASA.'
#Kesimpulan
Oleh sebab itu banyak-banyaklah 'iqra.'
Membaca bukan selalu tentang buku.
Membaca hatiku saja kamu sering missed kok.
Penulis : Irfandi Irfandi
(Masih butuh edit)
(Masih butuh iqra)
www.irfandisme.blogspot.com

Minggu, 11 Juni 2017

Thinker vs Feeler. 2nd Episode

= Thinkers vs Feelers, episode 2 =
.
Kamu punya uang Rp.20.000.
ingin membeli 2 jenis makanan.
makanan dengan bentuk, jumlah per-kg, dan harga yang serupa.
Misal : Tempe Keripik & Rempeyek.
.
Bila kamu membagi 1/4 + 3/4 :
"Beli tempe keripik Rp.5.000 & rempeyek Rp.15.000"
.
Penjual akan menakar besaran yang kecil terlebih dulu, yaitu keripik Rp.5000.
(Kecenderungan manusia menghabiskan / mengorbankan yang minor atau inferior terlebih dahulu. Bite what you can chew. Seperti bermain bidak catur, lebih baik Pion dikorbankan lebih dahulu. Accomplishment seolah lebih mudah & cepat tergapai. Sejengkal demi sejengkal menjadi sehasta.)

Penjual kemudian menakar besaran kedua, dengan disesuaikan dengan variabel pertama.
(Kecenderungan manusia menjadikan yang pertama sebagai patokan/standar penilaian. Jadi jangan heran sehebat apapun peserta pertama dalam kontes, cenderung mendapat nilai standar. Jadi jangan heran banyak pemilik akun warisan yang menjadikan akun pertamanya sebagai patokan kebenaran universal.)

Usai menakar kedua makanan, penjual cenderung menakar ulang / mengurangi takaran variabel yang lebih besar setelah melihat takaran yang lebih kecil.
(Kecenderungan manusia, eh, bukan ding. Prinsip ekonomi : pengeluaran sekecilnya, pendapatan sebesarnya. Apalagi didukung oleh kesempatan opportunity yang ada, yaitu patokan / standar pertama tadi. Penjualpun akan cenderung lebih memperhatikan faktor untung-rugi. Tidak heran apabila lupa jumlah rakaat ketika sholat maka dianjurkan untuk dilebihkan. Tidak heran apabila lupa jumlah gorengan yang dimakan di warung, dianjurkan untuk membayar lebih untuk jumlahnya.)

Usai mengurangi takaran yang lebih besar, kemudian penjual entah didorong oleh rasa malu atau rasa takut atau rasa aneh mengganti patokan / standar besar ke kecil tadi menjadi kecil ke besar. Artinya takaran kecil disesuaikan prosentasenya dengan takaran besar. Dikurangilah takaran tempe keripik 5ribu agar = 1/3 rempeyek 15ribu yang sebelumnya telah dikurangi tadi.
(Kecenderungan berbohong untuk menutupi kebohongan sebelumnya. Denial. Kecenderungan manusia merekayasa aturan guna menutupi kekurangan, kesalahan, dosa. You know what? There is a saying "most of Inventions & Innovations were born to earth due to human needs and lackness." "Lebih baik terlambat daripada bolos" bolos = tidak baik, terlambat = tidak baik, dan ajaibnya kata-kata mutiara ini justru muncul pasca terjadi keterlambatan.)
.
.
Namun apabila kamu membagi 1/2 + 1/2 :
"Beli Tempe keripik Rp.10.000 + Rempeyek Rp.10.000."
Pattern kecenderungan penjual boleh jadi berbeda, atau paling tidak kedua takaran makanan tadi sekilas tampak sama.
.
.
Terkait dengan judul.
= Thinkers vs Feelers, episode 2 =
Penggunaan, perubahan, pemakaian kata dan kalimat bukan hanya mampu mengubah arti pemaknaan, namun juga mampu mengubah keseluruhan pola fikir & pattern kecenderungan seseorang.
.
Thinkers memang berpicu pada logika. Logic.
Namun logika 1/4 tempe keripik + 3/4 rempeyek bisa jadi tidak sama timbangannya dengan 1/2 tempe keripik + 1/2 rempeyek.
.
Memahami 1/4 + 3/4 = 1/2 + 1/2 = 1 itu merupakan logika umum matematis.
Seorang anak SD pun bisa apabila sudah faham rumusannya.
.
Memahami pattern-pattern, pola-pola fikir, dan faktor-faktor lain behind every action and occurence justru lebih menguatkan apakah seseorang itu thinker ataukah feeler.
.
Di lain sisi, kecenderungan seorang feeler seringnya tidak demikian. Yang lebih utama bagi mereka adalah persoalan rasa, hasrat, keinginan, enak tidak enak.
.
Berbicara tentang enak tidak enak, perhatikan saja jari telunjuk seseorang ketika sedang memilih menu di restaurant atau cafe.
Ada jari yang naik turun di area daftar nama.
Ada juga jari yang naik turun di sekitar harga.
.
Pada saat menyusun rencana berbuka puasa bersama atau reuni sekolah.
Ada yang mengusulkan menu & lokasi.
Ungkapan "mempertimbangkan rasa" adalah tipuan otak belaka. Rasa adalah keinginan. Patokan & Pertimbangan tiap individu berbeda karena nilai Rasa memang subjective. Maka diperlukan tolak ukur Logika berupa "Harga." Jadi yang sebenarnya dipertimbangkan adalah harga, uang, nominal, biaya, dan serumpunnya..
.
Kesimpulannya ialah tadi : Alat Tolak Ukur.
Timbangan. Sangatlah penting.
Alat pengukur satuan hitung, misalkan.
Kasus pembelian 2 jenis makanan di atas merupakan pengalaman & pengamatan Penulis. Di dekat rumah Penulis terdapat penjual makanan curah tanpa timbangan (sebelum dibawa ke pasar.) Memang lebih murah dan lebih banyak mengingat makanan belum dibungkus, belum dipacked. Namun tetap fenomena di atas telah menyita keingin tahuan Penulis untuk mengamatinya lebih dalam.
.
.
Dan begitulah uraian hasil pengamatan Penulis.
Selamat membaca.
Selamat menikmati karangan Penulis.
:)