Teknik sudut pandang yang digunakan dalam menganalisa atau menilai.
Teknik-teknik sudut pandang :
1. ZOOM IN
2. ZOOM OUT
3. GROUND LEVEL
4. SEGMENT TO SEGMENT
5. FORETELL
6. WIDE LENSE
7. FOCUS LENSE
1. ZOOMING IN : menganalisa dengan cara menempatkan diri sebagai pihak-pihak yang ada di dalam kejadian. Mencoba turut serta merasakan sebagai peserta yang terlibat dalam suatu peristiwa beserta background yang dibawa peserta tersebut.
Teknik ini ampuh dalam memberi suatu penilaian terhadap situasi yang terjadi karena unsur empati yang melekat erat. Namun layaknya dua bilah mata pisau, memposisikan diri penganalisa sebagai sebagian peserta saja (tidak pada seluruh peserta) mampu mengantarkan penganalisa pada ketidak reliabelan hasil analisa. Hal ini bahkan memungkinkan keberpihakan penganalisa pada suatu pihak. Hal ini tentunya kurang baik mengingat hasil analisa haruslah murni dari awal tanpa intervensi keberpihakan rasa si penganalisa.
2. ZOOMING OUT : menganalisa dengan cara menempatkan diri penganalisa di luar pihak-pihak yang terkait di dalam kejadian. Penggambaran dari teknik ini adalah selama kita masih berada dalam lingkup suatu dogma maka tak jarang penilaian kita didasarkan pada nilai-nilai yang terkandung dalam kotak dogma itu sendiri, padahal tiap individu memiliki dogma dan kadar dogma (kotak-kotak) yang berbeda. Dengan menempatkan diri penganalisa di luar peserta yang terlibat langsung dalam suatu peristiwa mampu memberikan pandangan yang lebih luas. Semakin jauh, semakin banyak pula poin-poin yang tertangkap untuk dianalisa.
Hal ini tentu bukan tanpa kelemahan. Zooming out layaknya menempatkan diri penganalisa hanya sebagai penonton. Penonton dari jarak jauh. Tentu akan menyulitkan bagi penganalisa untuk menyuguhkan hasil simpulan analisanya karena kualitas hak dan nilai dari penganalisa dianggap hanya dari sudut pandang seorang penonton.
3. GROUND LEVEL : menganalisa dari posisi Vertical Groundings ; Higher / Lower / In the Same position. Memastikan posisi penganalisa terhadap suatu peristiwa merupakan hal yang sangat penting. Posisi ini tidak semata tentang kedudukan si penganalisa, namun juga keadaan penganalisa terhadap suatu peristiwa. Higher tentunya akan melihat ke bawah, Lower tentunya cenderung melihat ke atas, dan di posisi yang sama/MIDDLE mampu melihat ke atas dan bawah meski penganalisa harus menyadari betul posisi MIDDLE adalah berada di bawah Higher dan di atas Lower.
Menyadari di tingkat atau di posisi mana si penganalisa berada memberi kesempatan bagi penganalisa membuat analisa yang lebih valid pada tingkatan tertentu. Apalagi bila selanjutnya dilakukan pula analisa kepada / dari kedua tingkatan lainnya, jelas akan menghasilkan hasil analisa yang applicable meraih semua jenjang tingkatan.
Teknik ini membutuhkan kesadaran diri penganalisa, karena apabila proses analisa hanya dilakukan dari tingkatan / posisi tertentu saja bisa menimbulkan bias dan tidak kolektif.
4. SEGMENT TO SEGMENT : menganalisa secara runtut peristiwa. Salah satu contoh kasus SEGMENT TO SEGMENT (STS) adalah ketika menonton tayangan televisi. Bagaimana cara mengetahui seorang tokoh di film merupakan tokoh Protagonist? Antagonist? Salah satunya adalah dengan mengikuti alur cerita dan pengumpulan data berupa narasi, ucapan, niatan, tindakan sang tokoh dari awal hingga akhir dalam rangkaian cerita secara kronologis. Pada film biasanya kamera menyorot aksi si tokoh, baik bersama tokoh lain, maupun saat sendiri, atau bahkan di belakang tokoh lain. Sorotan-sorotan film itu dilakukan secara segmentasi-segmentasi atau biasa disebut SCENE(S).
Seorang penganalisa sebaiknya memperhatikan betul, mengingat, dan membuat struktur analisa berdasarkan kejadian-kejadian yang terjadi dalam suatu kronologi. Tidak boleh seorang penganalisa menjustifikasi tokoh A Protagonist, tokoh B Antagonist, tanpa sebelumnya mencermati scene-scene yang terjadi. Scene-scene teranalisa pun haruslah yang terjadi sedari awal hingga akhir, karena tidak jarang dijumpai 'Plot twist' seorang tokoh yang kelihatan Antagonist ternyata di akhir cerita diketahui merupakan seorang Protagonist, vice versa.
STS merupakan teknik yang sangat bagus dalam melakukan analisa. STS menghindarkan penganalisa dari tindakan berperasangka atau prejudice berlebih. Sayangnya, dalam banyak kasus STS ini tidak semata-mata mudah dilakukan. Terkadang data-data kronologi ini dimanipulasi, diedit, dikurangi, dihilangkan, dibengkokkan. Tidak sedikit pula penganalisa yang mengabaikan data-data yang terjadi sebelum maupun sesudah suatu peristiwa yang mengakibatkan penganalisa tersesat, lalu mencari jalan keluar dengan menambahi opini pribadi maupun opini pihak yang disegani. Hal ini tentu saja membuat hasil analisa bias, tidak lengkap, tercampur mindset personal, bahkan bisa disebut salah kaprah.
5. FORETELLING : menganalisa berdasarkan kemungkinan-kemungkinan yang mungkin di babak selanjutnya. Kemungkinan-kemungkinan ini bisa juga disebut 'sebab-akibat' / 'aksi-reaksi' yang mungkin terjadi. Berdasarkan data-data yang terjadi penganalisa mampu memperkirakan hasil atau dampak suatu peristiwa terhadap peristiwa selanjutnya maupun yang belum terjadi.
Teknik ini sangatlah lemah karena hanya berpijak pada perkiraan, dugaan, harapan seorang peganalisa. Validitas dari hasil analisa pun masih akan sangat mudah dipertanyakan. Oleh karena itu hasil analisa metode ini sering juga dianggap saran (suggestions), serta risiko lainnya adalah kecenderungan untuk menyimpulkan sesuatu tanpa melihat konteks keseluruhan kronologi data.
6. WIDE LENSE : menganalisa dengan memperluas pandangan. Ini sangat mirip dengan ZOOMING OUT. Bedanya, di sini tidak ada pemindahan posisi sudut pandang penganalisa ke luar dari kotak dogma. Dogma dalam beberapa kasus diartikan sebagai etika umum, adat istiadat, dan peraturan setempat.
Dengan memberi batasan-batasan pada sudut pandang menjadi poin plus tersendiri supaya analisa tetap fokus, tetap berada pada koridor yang mudah diamati. Namun tidak dipungkiri seorang penganalisa akan lebih mudah terpengaruh opini-opini di sekitar, terutama opini yang berhubungan atau bernaung di dalam dogma serupa dogma yang dimiliki penganalisa sehingga hasil analisa pun mudah sekali memunculkan keberpihakan sesuai internal dogma yang penganalisa miliki. Selain itu, seperti layaknya lensa wide maka gambar tertangkap pun lebih luas bebarengan fokus pengamatan yang semakin terbagi.
7. FOCUS LENSE : menganalisa dengan memfokuskan pada poin data tertentu saja. Memfokuskan pengamatan pada suatu data tertentu merupakan tindakan yang sangat penting bagi seorang penganalisa. Hal ini berarti hasil analisa akan diperoleh secara ringan, cepat, dan mudah.
Risikonya tentu hadir pada sempitnya variabel data yang diperoleh sehingga hasil analisa pun kerap kali incompleted, tidak valid, dan tidak reliable untuk dikatakan sebagai buah karya analisa. Sempit atau sedikitnya variable data ini sering terjadi berupa kasus peristiwa menggemparkan (surprising events) seperti potongan video, meme, maupun cuplikan rekaman audio-visual.
GABUNGKAN SEMUA SUPAYA HASIL ANALISA YANG DIPEROLEH LEBIH BAIK!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar