THINKING VS FEELING
Secara Psikologi,
Ada 2 kelompok manusia
Berdasarkan kecenderungan dominan mengolah data (proses bernalar.)
THINKER & FEELER
Thinkers menggunakan Fikiran (Logika)
Sedangkan,
Feelers menggunakan Perasaan (Emosi)
Thinkers berpatokan pada Logika
Feelers berpatokan pada Emosi
Artinya apa???
Logika menjunjung tinggi values of truth, nilai-nilai kebenaran, universal beliefs, dan facts atau fakta.
Di lain sisi, Emosi justru mengedepankan personal beliefs, asumsi, presumsi, rumor, opini, juga justifikasi.
Contohnya,
Kita boleh mengatakan
“Secara Logika, air bergerak menuju tempat yang lebih rendah disebabkan pengaruh gravitasi.”
Kita tidak bisa mengatakan
“Logikanya, dia itu seorang pendusta karena blablabla.”
“Berdasarkan Logika si Anu, si Una merupakan orang baik soalnya blablabla. ”
Sound extremely awkward, don’t they?
Persoalan yang kerap terjadi adalah
Para Feelers suka berlagak turut serta membahas Politik,
Padahal Politik sendiri memiliki arti “CARA upaya guna mencapai suatu tujuan.”
Politik berbicara tentang CARA dan Usaha.
Dan kata “CARA” selalu identik dengan langkah-langkah berbau Fikiran, BUKAN PERASAAN.
Misalkan :
Cara memasak sayur supaya enak. Tambahkan sedikit bumbu dapur. (BENAR!)
Cara memasak sayur supaya enak. Pemasak harus bahagia. ( ??? )
(Memasak pakai cinta??? Mirip Spongebob saja...)
Cara membuat diri sendiri / orang lain bersedih. (BENAR!)
Cara bersedih / Cara orang lain bersedih. (SEDIH YA SEDIH SAJA.. TIDAK PERLU CARA.)
Cara mempengaruhi orang lain; Sebar berita hoax, provokatif, bungkus dengan SARA. (BENAR!)
Cara mempengaruhi orang lain; Kita harus marah. (Sorry but This one just doesn’t make any sense)
Cara sembahyang agar Khusyu; Kita harus tenang. (Tenang yang dimaksud adalah SIKAP Tenang, bukan peRASAan Tenang)
Cara sembahyang Khusyu; Kita tenang. (Jujur saja, tidak sekonyong-konyong itu hati kita merasa tenang... [yang ada karena kita bersikap tenang saat sembahyang menyebabkan timbulnya perasaan tenang ‘lihat contoh sebelumnya’])
Oleh sebab itu it sounds silly ketika ada provokator yang mengatakan “KITA HARUS MARAH KETIKA ABCDE KITA DIHINA!.” That sounds silly karena marah ya marah saja, marah itu berhubungan dengan emosi / perasaan. Marah tidak bisa dipaksakan. Sedangkan marah secara sikap tidak ada atau aneh “KITA HARUS BERSIKAP MARAH (MENGERUTKAN JIDAT, MENGEPALKAN TELAPAK TANGAN, MENGGERAM, MENEGANGKAN OTOT) KETIKA ABCDE KITA DIHINA!” that is even weirder...
Di sinilah letak perbedaannya,
Feelers akan marah & mereka marah begitu saja. Feelers akan marah karena olah data (nalar) mereka lebih bergantung pada perasaan.
Di lain sisi,
Thinkers tidak begitu saja marah. Untuk marah, seorang Thinker membutuhkan cara-cara/ langkah-langkah/ faktor-faktor sebab akibat terlebih dahulu yang bisa difikirkan baru nantinya disimpulkan akan marah atau tidak. Proses olah data mereka para Thinkers adalah bergantung pada fikiran & bukti-bukti. Thinkers akan berfikir terlebih dulu apakah mereka harus marah atau tidak.
Sayangnya,
Akibat overhyping kalimat “Orang Cerdas itu memakai Fikiran”
Dalam banyak kasus para Feelers dengan egonya membohongi kepribadian mereka sendiri, Feelers membohongi cara mengolah data mereka sendiri. Akhirnya banyak Feelers yang mengaku / merasa dirinya itu Thinker.
Feelers boleh saja mengatakan “Saya sudah membaca banyak referensi berita kok, saya sudah cukup banyak mengenyam ilmu pengetahuan kok, saya sudah tahu banyak kok, saya yakin berdasarkan pengetahuan yang saya miliki kok.” PADAHAL, Persoalannya bukan BANYAKNYA KNOWLEDGE yang dipunyai, namun soal BAGAIMANA MENGOLAH DATA.
Oleh sebab itu ada ungkapan “HATERS ALWAYS HATE.”
Thinkers lebih sulit dipengaruhi karena Thinkers cenderung memproses input data berdasarkan Logika, dan ketika ada bukti-bukti atau fakta-fakta atau faktor-faktor baru maka akan terjadi renewing information process.
Misal, ada pernyataan “batu yang dilempar ke atas akan jatuh kembali ke bumi”, lalu ada faktor baru “pelemparan batu berlangsung di planet Mars dengan tingkat gravitasi sekian”, maka logikanya “batu yang dilempar ke atas akan jatuh kembali ke planet terdekat (Mars) dipengaruhi gaya gravitasi.” (terjadi proses Logika)
Sedangkan Feelers lebih mudah dipengaruhi oleh perasaan, dan meskipun ada bukti-bukti atau fakta-fakta baru tau faktor-faktor baru maka tidak akan terjadi proses renewing information process karena bukan berdasarkan Logika.
Contoh mudahnya adalah Ketidak mampuan otak berfikir kritis logika ketika sedang marah. Ketika sedang marah maka di-iya-kan saja.. orang marah tidak bisa mencerna logic fakta baru. Justru emosi marah itu akan mencari alasan-alasan lain untuk semakin marah. Begitu pula KEBENCIAN.
MANIPULASI
Apa itu manipulasi?
Manipulasi adalah Sebuah proses rekayasa dengan melakukan penambahan, penyembunyian, penghilangan, atau pengkaburan terhadap bagian atau keseluruhan sebuah realitas, kenyataan, fakta-fakta, ataupun sejarah yang dilakukan berdasarkan sistem perancangan sebuah sistem tata nilai.
Jelas sekali Manipulasi merupakan teknik penuh fikiran dan perencanaan.
Manipulasi adalah Proses Cara.
Manipulasi tidak mengandung sedikitpun nilai Perasaan.
Seorang yang sengaja pura-pura menangis agar lawan bicaranya iba, sebenarnya dia tidak merasa bersedih. Ia tahu dan berfikir dengan menangis, orang lain akan ikut merasakan kesedihan/ kasihan. Seorang pelawak yang lucu tidak merasa bahwa dirinya lucu. Ia hanya berfikir bahwa dengan lawakannya orang lain akan senang, tertawa.
Lalu,
Yang mana di antara kedua tipe tersebut yang lebih mudah dipengaruhi, dimanipulasi, dihasut, dipolitisasi?
Thinkers lebih sulit dimanipulasi karena kecenderungan mereka berfikir secara rasional dan logis. Segala fakta dan faktor akan difikirkan secara logika.
Lain halnya pada Feelers, mereka cenderung mengedepankan emosi. Segala fakta dan faktor diproses secara emosional.
Dan berdasarkan contoh-contoh Manipulasi di atas, terlihat bahwa sasaran MANIPULATOR adalah PERASAAN (EMOSI.)
Apa yang dimanipulasi?
Proses rekayasa dengan melakukan penambahan (Judul yang diheboh-hebohkan), penyembunyian (Edit isi artikel sesuai target), penghilangan (Edit video / rekaman), atau pengkaburan (Mengatasnamakan S-A-R-A tertentu) terhadap bagian atau keseluruhan sebuah realitas, kenyataan, fakta-fakta, ataupun sejarah yang dilakukan berdasarkan sistem perancangan sebuah sistem tata nilai.
OTAK SULIT DITIPU, TAPI HATI MUDAH TERTIPU.
Pernyataan “PINTER KEBLINGER”
Lebih cocok disematkan pada mereka, Feelers, akibat ketidak mampuan mengoreksi diri, menerima input faktor-faktor / konteks-konteks baru. Biasanya Feelers yang menganut paham “POKOKE!”, “POKOKMEN!”, “ITU YA ITU!”, adalah orang-orang yang PINTER KEBLINGER...
Hal tersebut tercermin dari Narrow mindedness, ketidak terimaan komentar/ gagasan lain selain gagasan berdasarkan pengetahuan & pemahaman mereka sendiri. Kelompok Fanatik, Radikal, dan Dogma yang kuat sering menjadi gambaran umum sosok PINTER TAPI KEBLINGER. Hal ini dikarenakan patokan mereka hanya kepada pemahaman simpel ayat-ayat suci secara tekstual. Segala gagasan non tekstual akan dianggap bertentangan dengan ayat-ayat suci yang mereka pahami, atau dengan kata lain Nista.
Banyak orang beranggapan itu adalah IMAN, namun jika ditelusuri lebih dalam semua itu tidak lebih dari Kebutaan Fikiran (Narrow Mindedness).
Aneh kan???
Yang terjadi dilapangan justru orang-orang Feelers yang menyebut para Thinkers PINTER KEBLINGER...
Itulah mengapa penulis mengatakan
“Banyak Feelers yang (sok) jadi Thinkers, apalagi (sok) membahas politik praktis.”
Perlu dicatat,
Bukan seberapa banyak data ilmu pengetahuan yang seseorang punya,
Melainkan bagaimana cara seseorang tersebut mengolah data,
Dengan Logika? Atau dengan Rasa?
Cara keluar dari semua keabsurdan ini adalah dengan saling mengkoreksi diri, ber-refleksi.
Thinkers and Feelers should not know no border.
Harus menyadari betul ranahnya Logika, dan ranahya Rasa.
Kembali pada pembahasan Thinkers dan Feelers.
Thinkings dan Feelings saling berkecamuk mempengaruhi satu sama lain.
Kecenderungan Thinkers akan memenagkan Thinkings.
Kecenderungan Feelers akan memenangkan Feelings.
Misalkan,
Meskipun sudah memiliki rubrik penilaian kemampuan, seorang guru memberi nilai lebih kepada siswa yang ia rasa baik/ siswa yang guru tersebut senangi.
Orang murung yang membaik keadaannya setelah diminta mengingat dan memikirkan solusi rencana pemecahan masalah yang dihadapi.
Walaupun ada orang yang sangat taat nilai tanpa memperdulikan perasaan, dan ada orang marah yang sama sekali tidak mampu berfikir jernih dalam kondisi perasaan marahnya.
ID, EGO, SUPEREGO sangat erat kaitannya jika kita ingin melihat apakah seseorang itu Thinkers atau Feelers berdasarkan pada niat, proses tindakan, dan hasil pencapaian/ akibat dalam sebuah kasus-peristiwa.
Irfandi berfikir untuk membeli 10 buah permen. Karena merasa iba pada seorang pengemis, akhirnya dia memutuskan memberi sebagian uangnya, & hanya membeli 5 buah permen.
Irfandi yang iba ingin membagikan semua uangnya kepada pengemis. Karena berfikir cara memperoleh permen, akhirnya dia memutuskan untuk membagi sebagian saja, & membeli 5 buah permen.
Seperti dalam kasus
Seorang Koruptor.
Apakah Koruptor itu selalu Thinkers?
Apakah Koruptor itu selalu Feelers?
Seorang guru marah ketika ada satu murid datang terlambat. Si murid meminta maaf karena alasan sungguhan yang sangat mengharukan. Sang guru mempersilahkan masuk sambil tetap menggerutu marah.
Ada aspek nilai dan etika.
Koruptor bisa didorong oleh rasa keinginan, juga oleh kesempatan/ kesanggupan.
Seorang guru juga harus bisa memberikan contoh etika yang baik, etis. Dan se-Etis-nya guru, ketika ada siswa yang terlambat, sudah meminta maaf, juga membawa alasan nyata, maka seharusnya tidak ada lagi penghukuman publik di depan kelas.
Nilai-nilai moral, Niat, Etika, Perilaku ini yang sering Penulis jadi standar patokan Iman.
Niat jadi PNS bersih tanpa pungli, berarti imannya tinggi.
Niat PNS untuk korupsi, imannya sedang anjlog.
Etika berarti bagaimana memperlakukan pihak lain.
Etika yang buruk adalah memperlakukan orang lain sesuai selera sendiri.
Etika yang baik menyesuaikan kondisi kebudayaan pihak-pihak berinteraksi.
SILAHKAN BERKELIT...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar