= Do not Judge the Book by Its Cover =
cukup sulit agaknya diterapkan oleh manusia. well, probably we all've already known that manusia adalah makhluk yang sangat rapuh dan mudah nyaman ketika segala sesuatunya nampak jelas, konkrit, berwujud, dan nyata. some simple examplesnya itu ya ketika gelisah dihadapan uncertainty, and fear definitely strikes whenever people have to face something beyond and unfimiliar with.these common senses lead me to believe that humans are trying their best to make present 'things' that may comfort them, make them feel good, safe and sound.
lalu hal-hal apa saja kah yang mampu membuat mereka nyaman dan aman tersebut?
BANYAK, namun semua tentulah bersumber pada satu, The Almighty One.
let's say, pernahkah mendengar cerita hantu lantas saat melintasi suatu tempat sepi it feels like something is crawling beneath the darkness and’s glaring at its prey, and the prey is for sure, you, anda merinding tak karuan.. beberapa orang will keep enchanting holy spells/ holy words without even understanding any of those meanings. tehehehe..
bagaimana manusia merepresentasikan 'Tuhan' itu sangat unik dan beragam. 'Kehadiran-Nya' memang sangat dirindu, dibutuhkan. Saking tak sabarnya manusia, ( atau mungkin justru betapa malasnya manusia memahami suatu manifestasi ) sontak memunculkan ide-ide dasyat how to make present God.
aneka ragam.
well, television might have shown you bagaimana para makhluk jahat takut akan benda-benda tertentu yang dipercaya membawa kekuatan Tuhan; vampires are afraid of cross, onis are repelled by shimenawa, bahkan tasbeh pun jadi senjata pengusir siluman. Kekuatan representasi Tuhan ini pun bisa kita jumpai on some hospital room walls, atau juga terukir di susunan batu giok-turmalin, dipercaya mampu membawa kesembuhan serta kesehatan. itulah sederet 'kekuatan Tuhan' yang ingin manusia hadirkan, belum 'Tuhan'nya.
Tuhan sendiri direpresentasikan dalam berbagai wujud, ada yang berwujud patung, ada yang berwujud gambar, ada yang berwujud simbol, ada yang berwujud tulisan atau lafaz, bahkan di dunia Shinobi dimana 'Tuhan' mereka adalah 'Semangat Api' punya wujud ornament mirip api.
Uniknya representasi ini nilainya kadang bisa sama dengan 'ter-representasi'. Suatu ketika ada Lafaz 'Tuhan yang berwujud namun tak tergambar’ berupa kaligrafi terpajang di depan tempat sembayang. apakah kaligrafi itu Tuhan? bukan, yet some people insist on not to put it behind or in lower places. Another story, ketika hendak sembahyang, someone poked me and said "hey, sajadahmu hadapnya kebalik", "so???", “gambarnya kebalik, di pucuk kubah kan ada gambar lafaz ‘Tuhan’, lafaz ‘Tuhan’ letaknya harus di depan”. beberapa partai politik bahkan memakai simbol agama, tidak bisa dipungkiri simbol-simbol tersebut berdampak pada pandangan masyarakat. Pro-kontra kerap terjadi, “apakah rasa nyaman, rasa aman, faith terhadap representasi Tuhan ini being commodited?”.
Tolong sampai sini saja ya, jangan dibaca sampai selesai.
Ngeyel, Risiko tanggung sendiri.
Lalu bagi pemeluk agama lain yang belum tahu, mungkin ibadah pilgrimage di Makkah dipandang sebagai bentuk idolizing a big black box. Tapi benar kah ada yang menyembah patung ? atau patung-patung yang (kita kira) mereka sembah hanyalah representasi 'Tuhan' saja yang dengannya lebih mudah mereka menyembah ?
lantas apakah patung-patung yang dihancurkan nabi Ibrahim pra dihukum bakarnya beliau itu hanyalah patung-patung representasi 'Tuhan'? atau kah sungguhan Tuhan mereka?
=======================================================================
Miris sekali zamanku kecil dulu, para adults, even teachers from a certain religion indoctrinated children into believing that what other religions pray to was no more than idolizing statue/s...
=======================================================================
Back to = Don't judge the book by its cover =
Ya bayangin aja buku ensiklopedia sampulnya buku kamus 3.000.000.000.000 kata.
Do judge the book by the cover first. We are what we want to show to others anyway.
Ya kita sebagai manusia memang harus berpikir luas. Nilai yang kita junjung tinggi bisa saja dianggap rendah bagi kebudayaan lain. Tapi menjustifikasi bahwa nilai dari budaya lain adalah salah karena tidak sama dengan nilai yang kita anut, itu yang berbahaya. Keep writing mas Fandi. 💃
BalasHapus